JAKARTA, SEMARAKNEWS.CO.ID - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mulai bersiap mencari cara untuk mencegah terjaidnya kiamat tsunami dahsyat Megathrust di Indonesia.
Dengan begitu kini BMKG tengah menjalankan ekspedisi investigasi fenomena kegempaan di zona megathrust Indonesia.
Tentunya BMKG ingin mengambil langkah konkret dalam mengantisipasi terhadap potensi gempa megathrust yang dapat memicu tsunami dahsyat dari pulau Sumatera hingga Sulawesi.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menjelaskan bahwa investigasi ini dilakukan sebagai bagian dari penelitian dan pendataan yang dilakukan oleh BMKG dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
BACA JUGA:Ramalan Indigo Miyan Sumaryana: Sesar Aktif Ancam Jakarta, Gempa Dahsyat Akan Terjadi?
Zona megathrust yang akan diteliti mencakup Subduksi Sunda, Subduksi Banda, Subduksi Sulawesi, Subduksi Lempeng Laut Filipina, Lempeng Laut Maluku, dan Subduksi Utara Papua.
Segala persiapan telah mulai dilakukan oleh BMKG, termasuk Pusat Penelitian, Latihan, dan Pengembangan untuk menyempurnakan model gempa bumi dan tsunami.
Kepala Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramadhani, menjelaskan bahwa ekspedisi ini akan dimulai di Batam, Kepulauan Riau, dan berakhir di Bitung, Sulawesi Utara pada tanggal 25 Agustus 2024.
Penelitian akan dilaksanakan melalui serangkaian pelayaran panjang dengan menggunakan kapal ekspedisi OceanXplorer milik OceanX.
BACA JUGA:Gempar! Mobil Hantam Warung Makan dan 7 Motor di Pinggir Jalan, Pengemudi Diduga Mabuk
Tentunya dalam hal ini para peneliti tidak hanya akan meneliti fenomena kegempaan, tetapi juga akan mengamati interaksi udara dan laut di perairan Indonesia.
Mereka akan fokus pada wilayah yang teridentifikasi sebagai lokasi potensial yang mempengaruhi variabilitas cuaca dan iklim Indonesia, seperti Madden-Julian Oscillation (MJO) dan ocean dipole di laut Banda, Selatan Jawa, dan Barat Sumatera.
BMKG menilai pentingnya eksplorasi ini karena perubahan sirkulasi udara dan lautan secara alami serta faktor lain seperti letusan gunung berapi dapat mempengaruhi variabilitas iklim.
Menteri Luhut Binsar Pandjaitan juga menyoroti bahwa baru 19 persen laut Indonesia yang telah dipetakan, sedangkan garis pantainya mencapai 108 ribu kilometer dan lebih dari 70 persen wilayah Indonesia merupakan perairan.
BACA JUGA:Garut Diguncang Gempa Hingga Berasa ke Jakarta, Ini 8 Cara Atasi Kepanikan Saat Gempa