Salah satu pengguna media sosial, @IndahRahma, menulis, "Ini bukan lucu, tapi berbahaya. Tolong hentikan sebelum ada yang terluka!" Komentar-komentar serupa pun bermunculan, menyerukan agar prank semacam ini tidak lagi dilakukan.
Namun, ada juga sebagian kecil yang menganggap aksi tersebut hanya sebagai bentuk hiburan dan tidak perlu dibesar-besarkan.
BACA JUGA:Gerak Cepat Buat Klaim Kode Redeem Ojol The Game Rabu 17 Juli 2024, Masih Fresh Banget!
Mereka berpendapat bahwa selama tidak ada yang terluka, prank tersebut hanyalah gurauan biasa.
Meskipun demikian, suara mayoritas tetap menganggap aksi ini tidak pantas dan perlu dihentikan.
Fenomena prank memang bukan hal baru di Indonesia.
Beberapa tahun terakhir, tren membuat video prank dan mengunggahnya ke media sosial semakin marak.
BACA JUGA:Cek Harga Tiket VIP Pembuka GIIAS 2024
Sayangnya, tidak semua prank dilakukan dengan mempertimbangkan keselamatan dan kenyamanan orang lain.
Banyak yang justru berakhir dengan kerugian atau bahkan bahaya bagi pihak yang terlibat.
Menanggapi kejadian di Dumai, pakar psikologi anak, Dr. Ratna Sari, menekankan pentingnya peran orang tua dalam mengawasi aktivitas anak-anak mereka.
"Orang tua perlu lebih peka terhadap apa yang dilakukan anak-anak, terutama di era digital seperti sekarang. Pengawasan dan pengarahan yang tepat bisa mencegah anak-anak terlibat dalam kegiatan yang berbahaya atau tidak pantas," jelas Dr. Ratna.
BACA JUGA:Jokowi Tegaskan: Jangan Bayangkan IKN Jadi Sepenuhnya saat Upacara 17 Agustus 2024
Sebagai kesimpulan, video prank bocah pocong di Dumai ini menimbulkan keresahan di masyarakat dan menjadi perhatian serius pihak berwajib.
Diharapkan, dengan adanya tindakan tegas dari kepolisian dan kesadaran dari masyarakat, aksi-aksi serupa tidak lagi terjadi di masa mendatang.
Keselamatan dan ketertiban umum harus selalu menjadi prioritas utama dalam setiap aktivitas, baik di dunia nyata maupun di dunia maya.