Jepang Dilanda Wabah Bakteri Pemakan Daging, Angka Kasus Lebih Tinggi dari Tahun Lalu!
Jepang Dilanda Wabah Bakteri Pemakan Daging-Ilustrasi-pinterest
Dengan jumlah kasus yang terjadi hingga hari ini, diperkirakan jumlah kasus bakteri pemakan daging di Jepang bisa mencapai angka 2.500 kasus dengan tingkat kematian 30 persen.
Bakteri pemakan daging ini disebut sangat berbahaya saat sudah terinfeksi karena bisa menyebabkan kematian hanya dalam hitungan hari sejak gejala muncul.
Beberapa orang yang terinfeksi penyakit ini tidak memiliki gejala, mereka sebelumnya berada dalam kondisi yang sangat sehat lalu secara tiba-tiba menjadi sangat sakit.
Indikasi paling awal yang bisa dilihat sebagai gejala bakteri pemakan daging yaitu munculnya ruam seperti sengatan matahari.
Selain itu akan muncul demam, menggigil, nyeri otot hingga mual dan muntah yang menandai gejala awal terinfeksi bakteri pemakan daging.
Gejala lanjutan dari terinfeksi bakteri pemakan daging adalah dalam waktu 24 jam hingga 48 jam, tekanan darah akan turun disertai dengan kegagalan organ, denyut jantung dan pernapasan menjadi lebih cepat.
Jika merasakan gejala seperti yang telah disebutkan, sangat disarankan untuk sesegera mungkin memeriksakan diri ke rumah sakit ya.
Faktor risiko dari bakteri pemakan daging adalah memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah, memiliki penyakit kronis seperti diabetes, kanker, ginjal atau hati, memiliki luka di kulit, memiliki ruam akibat cacar air atau infeksi virus lain, dan menggunakan obat steroid.
BACA JUGA:Update Cuaca Jabodetabek Hari Ini, Kamis 27 Juni 2024: BMKG Beri Info Penting!
Selain itu, bakteri pemakan daging lebih mudah menyerang seseorang yang berada pada usia di atas 65 tahun, terutama yang memiliki luka diabetes atau baru menjalani operasi.
Hingga kini para peneliti belum bisa menemukan alasan pasti penyebab wabah bakteri pemakan daging yang sedang melanda Jepang.
Namun, kementerian Kesehatan Jepang mengatakan, naiknya angka kasus bakteri pemakan daging ini dikarenakan melonggarnya mitigasi Covid-19.
Selain itu, menurut seorang Profesor penyakit menular di Tokyo Women's Medical University, Ken Kukichi, kemungkinan tingginya kasus ini disebabkan oleh melemahnya sistem kekebalan tubuh akibat pandemi Covid-19, sehingga rentan pada infeksi.
Temukan konten semaraknews.co.id menarik lainnya di Google News
- Tag
- Share
-