Nantinya jika istri diberikan kesempatan untuk bekerja, mungkin, bisa saja lebih melawan ke suaminya.
"Karena saya mikir begini, Pak, istri itu dinafkahi tiap hari saja masih berani sama suami, apalagi punya penghasilan sendiri..wah," tutur Gus Miftah.
Membatasi partisipasi perempuan dalam dunia kerja merupakan satu isu yang telah lama diperdebatkan.
BACA JUGA:Anti Ribet! Begini Tips Ampuh Diet Hanya dengan Konsumsi Air Putih
Terlebih lagi, dalam konteks agama Islam, terdapat sejumlah argumen yang menyatakan bahwa istri sebaiknya tidak bekerja di luar rumah.
Akan tetapi, dalam pandangan yang lebih inklusif dan kontekstual, perlu bagi kita untuk merevisi pemahaman kita terkait hal ini.
Dalam ajaran agama Islam, keluarga dianggap sebagai inti dari masyarakat dan semua anggota keluarga memiliki peran dan tanggung jawab yang unik.
Menurut beberapa interpretasi, istri memiliki tanggung jawab utama untuk mengurus rumah tangga dan mendidik anak-anak.
BACA JUGA:Kontroversi Mendalam: Pernyataan PM Palestina Tentang Pengunduran Diri dari Jabatannya
Hal ini diyakini akan membantu menciptakan kerukunan dan stabilitas dalam keluarga.
Namun, kita juga harus mengingat bahwa setiap keluarga berbeda dan memiliki situasi khusus yang mungkin membutuhkan kontribusi finansial dari istri.
Dalam masyarakat modern saat ini, banyak keluarga menghadapi tekanan ekonomi dan mungkin sulit untuk mengandalkan satu pun saluran pendapatan.
Lebih penting lagi, agama Islam juga menekankan pentingnya kesetaraan gender dan memberikan kesempatan bagi setiap individu, termasuk perempuan, untuk berkembang dan berpartisipasi aktif dalam masyarakat.
BACA JUGA:LG Ciptakan Budaya Pangan Berkelanjutan melalui Kampanye ‘Better life for all’
Hanya karena seseorang adalah seorang istri, bukan berarti dia seharusnya terbatas pada peran tradisionalnya dan dilarang mencari lapangan kerja.
Agama Islam juga mengajarkan pentingnya keseimbangan antara dunia material dan spiritual.