JAKARTA, SEMARAKNEWS.CO.ID - Penurunan angka kelahiran di Korea selatan sudah sangat menghawatirkan, bahkan pemerintah mereka sampai menetapkan kejadian ini sebagai krisis nasional.
Peristiwa ini terjadi semenjak adanya gerakan feminisme dikalangan masyarakat Korea.
Mereka menolah adanya sistem patriarki yang tidak memberikan kebebasan pada kaum perempuan.
BACA JUGA:Ramalan Keuangan Zodiak Taurus Mei 2024: Ada Hal Baik dan Saran yang Perlu Diperhatikan!
Angka kelahiran Korea Selatan yang terus mengalami penurunan setiap tahunnya bahkan lebih rendah dari masyarakt Jepang menjadi perhatian Pemerintah Korea Selatan.
Kejadian ini karena perempuan Korea Selatan merasa jika mereka tidak diperlakukan dengan baik, misalnya jika seorang wanita mengambil cuti untuk hamil saat bekerja dia akan kesulitan memperoleh promosi kenaikan jabatan.
Makanya disana ada gerakan 4B yaitu Bihon (tidak menikah), Bichulsan (tidak melahirkan), Biyeone (tidak memilik hubungan percintaan, dan Bisekseu (tidak berhubungan badan).
Akhirnya sejak tahun 2006 pemerintah mengeluarkan dana insentif sebesar $270 miliar atau setara Rp4,8 kuadriliun untuk mendorong keluarga di Korea Selatan untuk memiliki lebih banyak anak.
BACA JUGA:Spiritualis Asal Bali Bocorkan Ujian Pernikahan Rizky Febian dan Mahalini: 'Waspada!'
Dengan persentasi angka kelahiran saat ini, diperkirakan total populasi warga Korea pada tahun 2100 hanya mencapai 24 juta jiwa saja.
Bahkan ditahun 2022 hanya ada 249.000 bayi yang lahir, padahal untuk keberfungsian roda ekonomi dibutuhkan sekitar 500.000 kelahiran bayi pertahunnya.
Jika tidak diantisipasi maka Korea Selatan akan terus mengalami penurunan jumlah penduduknya.
Bahkan diperkirakan persentase kelahiran di Korea yahun 2025 terus mengalami penurunan mencapai 0,5 kelahiran.
BACA JUGA:Segera Kunjungi A&W dan Nikmati Promo Weekend Deals: Cek Penawarannya di Sini!
Faktor lain yang mempengaruhi angka kelahiran ini tidak hanya gerakan feminisme tetapi juga tingkat kesuburan orang korea juga menurun.