JAKARTA, SEMARAKNEWS.CO.ID - Negara Afghanistan yang kini dikuasai kelompok Taliban adalah hasil dari perang saudara.
Kelompok muslim radikal Taliban berhasil menyingkirkan Presiden Ashraf Ghani yang nasionalis sejak 2021 lalu.
Taliban yang memberlakukan hukum Islam secara ekstrem bagi warga khususnya perempuan dan agama lain menjadi ancaman teror bagi warganya sendiri.
BACA JUGA:PNIB Minta Pemerintah Tegas Larang Wahabi: Jangan Sampai Terus Melakukan Aksinya!
Pelarangan musik dan televisi, hukuman cambuk, potong tangan hingga rajam sampai mati di muka umum bagi yang melanggar hukum Islam adalah penerapan kekuasaan yang jauh dari nilai kemanusiaan.
Kabar mantan wakil presiden Jusuf Kalla (JK) berkunjung ke Afghanistan dalam rangka menjalin kerjasama sontak mengejutkan banyak pihak.
JK yang menjabat sebagai Dewan Masjid Indonesia (DMI) dan Ketua Palang Merah Indonesia mempunyai pengaruh cukup besar di kalangan muslim di Indonesia. Kunjungan JK ke negara penghasil pelaku teroris tersebut ditanggapi dengan keras oleh ormas lintas Agama, suku dan kebhinekaan Pejuang Nusantara Indonesia Bersatu (PNIB)
BACA JUGA:Inilah 5 Destinasi 'InstaGems' di Selandia Baru yang Menarik Buat Dikunjungi
“Indonesia bukan negara Islam, mengapa harus bekerja sama dengan negara Islam garis keras seperti Afghanistan? Kami menduga JK menyimpan agenda menjadikan menjadikan Indonesia seperti Afganistan dengan menjalin kerjasama dengan negara Islam radikal yang selalu menebar terror. Kekejaman Taliban di masa lalu kepada sesama Muslim tidak bisa dilupakan begitu saja” terang Gus Wal selaku Ketua Umum PNIB kepada awak media.
PNIB mengimbau kewaspadaan semua elemen bangsa pada agenda JK yang berpotensi memberi angin segar bagi kaum radikal dan teroris yang masih bersembunyi di Indonesia. Jalinan kerjasama yang sedang diupayakan oleh JK mempertaruhkan kerukunan antar umat beragama jika benar-benar tirealisasikan.
”Kerjasama di bidang pendidikan yang sedang dijajaki JK dan kelompok Talban tidak mustahil akan terjadi pertukaran pemuda dan pelajar. Kita kirim pemuda dan pelajar untuk menimba ilmu Islam garis keras di sana, lalu mereka mendatangkan pemuda dan pelajar berideologi ekstrem kemari, masuk ke masjid-masjid dan sekolah berasrama menyerupai pesantren dengan berkedok memberikan dakwah. Maka tidak butuh waktu lama akan terjadi disharmonisasi dan intoleransi baru hasil impor dari Afghanistan” lanjut Gus Wal.
BACA JUGA:Inilah 7 Bahan Alami yang Ampuh Mengatasi Bisulan Anak-anak
Kekhawatiran Gus Wal punya alasan kuat berdasarkan fakta yang sering kita temukan. Kelompok Wahabi yang mendirikan Yayasan dan sekolah berasrama banyak sekali ditemukan di beberapa daerah, pendanaannya berasal dari negara Islam garis keras yang ingin menyebarkan pahamnya ke negara mayoritas Muslim.
“Waspadai agenda Wahabikan dan Talibanisasi Indonesia dengan alasan kerjasama Pendidikan sesama negara Islam. Kita bukan negara Islam meskipun mayoritas Muslim. Kita negara berbhinekka tunggal ika yang menerima perbedaan sebagai sebuah anugerah, bukan untuk dihilangkan. Masih banyak negara lain yang layak diajak kerjasama dibanding Afghanistan dengan Talibanismenya. Jaga desa jaga kampung dari bahaya laten kelompok sarapatigenah yang tidak menginginkan Indonesia majemuk dengan kekayaan budaya dan tradisi warisan nenek moyang asli bangsa kita, bersama bersatu jaga bangsa, bela negara, Lestarikan Pancasila dan merawat tradisi budaya nusantara” pungkas Gus Wal di akhir pernyataannya.