Menurut keterangannya, beberapa rumah kosong di daerah tersebut telah dimanfaatkan sebagai tempat penampungan atau shelter COVID-19 selama masa pandemi.
Hal ini dilakukan untuk menyediakan fasilitas isolasi bagi mereka yang terinfeksi virus, sebagai bagian dari upaya penanganan krisis kesehatan.
Penggunaan rumah-rumah kosong ini menjadi solusi sementara yang cukup efektif di tengah keterbatasan sarana medis saat itu.
BACA JUGA:Pilkada Serentak 2024 Semakin Dekat, Bawaslu Ungkap Kekhawatiran
Dia menjelaskan bahwa saat ini kawasan di sekitar UIN sudah sepenuhnya kosong, tanpa ada warga yang menetap di sana.
Hanya ada satu atau dua rumah yang masih digunakan oleh pihak UIN, yang dimanfaatkan sebagai kantor sementara atau sekretariat kampus 2 UIN.
Kondisi ini menunjukkan bahwa area tersebut kini difokuskan untuk keperluan institusi, seiring dengan perkembangan dan penataan ulang yang dilakukan.
Pemanfaatan rumah-rumah yang tersisa ini merupakan bagian dari strategi manajemen fasilitas yang diterapkan oleh UIN dalam menjalankan aktivitas kampus.
BACA JUGA:Ini Keinginan Pegi Setiawan Setelah Status Tersangkanya Kini Digugurkan
"Saat ini sudah kosong, tidak ada warga yang tinggal di kawasan UIN. Kecuali ada satu atau dua rumah yang dimanfaatkan UIN untuk kantor sementara, sekretariat kampus 2 UIN," ujarnya.
Masduki dengan tegas membantah klaim adanya desa mati di Guwosari, yang beredar di media sosial.
Dia menjelaskan bahwa informasi tersebut sangat berlebihan dan tidak mencerminkan keadaan sebenarnya.
Masduki menekankan bahwa laporan-laporan di media sosial cenderung mendramatisasi situasi untuk menarik perhatian.
BACA JUGA:Ini Keinginan Pegi Setiawan Setelah Status Tersangkanya Kini Digugurkan
Menurutnya, meskipun mungkin ada beberapa rumah yang kosong atau tidak berpenghuni akan tetapi bisa saja hal itu tidak berarti bahwa desa tersebut sepenuhnya ditinggalkan atau mati.
Dia mengajak masyarakat untuk melihat situasi secara objektif dan tidak mudah terpengaruh oleh berita-berita yang belum tentu akurat.