Meskipun demikian, ahli cuaca antariksa dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyatakan bahwa dampak di Indonesia mungkin tidak sebesar di daerah lintang tinggi karena Indonesia berada di khatulistiwa.
Namun, dampak tersebut tetap dapat terasa, terutama dalam hal gangguan sinyal radio frekuensi tinggi (HF) dan navigasi berbasis satelit.
Penting untuk dicatat bahwa meskipun fenomena ini menciptakan tantangan dan ketidaknyamanan dalam beberapa hal, istilah "kiamat badai Matahari" dinilai keliru dan perlu diluruskan.
BACA JUGA:Syarat Lowongan Kerja BUMN PT Virama Karya: Dibutuhkan 2 Posisi, Minimal Lulusan D3
Ahli cuaca antariksa menegaskan bahwa dampak dari badai Matahari ini, meski signifikan, tidak akan menyebabkan kiamat atau bencana global.
Dengan pemahaman dan teknologi yang terus berkembang, manusia dapat mengelola dampak cuaca antariksa dengan lebih baik dan mengurangi risikonya.