JAKARTA, SEMARAKNEWS.CO.ID - Para peneliti dari Universitas Boston menemukan hubungan antara penggunaan media sosial dan prosedur kosmetik.
Peneliti menghubungkan lebih banyak waktu yang dihabiskan seseorang mengedit di aplikasi dan menggunakan perangkat lunak pengedit foto dengan ketidakpuasan terhadap penampilan dan keinginan untuk mengubah fitur fisik.
Sebagai hasil dari “budaya selfie”, pengguna mengembangkan “Snapchat dysmorphia” dan mencari prosedur untuk menyalin gambar diri mereka yang difilter.
Jumlah peserta yang mempertimbangkan prosedur estetika meningkat dari 64% menjadi 86%, dan mereka yang ingin berkonsultasi dengan ahli bedah melonjak dari 44% menjadi 68%, menurut penelitian tersebut.
BACA JUGA:Berapa Lama Manusia Bisa Hidup Tanpa Makan dan Minum? Ini Kata Penelitian
Sementara itu, pasca-COVID, sekitar 78% relawan mengatakan bahwa menjalani prosedur ini akan meningkatkan harga diri mereka – 30% lebih tinggi dibandingkan sebelum pandemi.
“Namun, efek filter dan manipulasi foto yang ekstensif sering kali menghasilkan gambar yang secara fisik tidak dapat dicapai,” tulis penulis penelitian.
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan dampak media sosial pada remaja, menunjukkan adanya hubungan antara penggunaan internet dan citra tubuh yang buruk.
Tahun 2023 lalu, ahli bedah umum memperingatkan dampak platform tersebut terhadap remaja karena para orang tua khawatir bahwa aplikasi sosial populer membuat anak-anak mereka bunuh diri atau mengalami kelainan makan.
BACA JUGA:Penelitian Terbaru! Tidur Setelah Minum Madu Dapat Berbahaya? Cek Penjelasannya
Para peneliti Universitas Boston berspekulasi bahwa distorsi citra tubuh yang terkait dengan “budaya selfie” mendorong peningkatan prosedur estetika selama pandemi, ketika waktu pemakaian perangkat meroket. Pada tahun 2019, diperkirakan 3,5 miliar orang menggunakan aplikasi media sosial dan menghabiskan lebih dari 6,3 jam di internet, menurut laporan tersebut.
“Meskipun ada peningkatan fokus kosmetik selama pandemi COVID, hingga saat ini belum ada data yang menyoroti hubungan atau faktor yang membuat pasien lebih atau kurang berpartisipasi dalam perawatan kosmetik,” penulis studi Dr. Neelam Vashi, seorang rekan profesor dermatologi di universitas tersebut, mengatakan dalam sebuah pernyataan.
Penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Clinical and Aesthetic Dermatology ini mensurvei 175 peserta yang berusia di atas 18 tahun dari tahun 2019 hingga 2021.
Para relawan menyelesaikan kuesioner tentang penggunaan media sosial, wawasan mereka tentang prosedur kosmetik, dan apakah mereka akan menjalani operasi bedah.
BACA JUGA:Penelitian Terbaru: Buah Apel Bukan Hanya Enak, Tapi Juga Menjaga Kesehatan Jantung Anda!