JAKARTA, SEMARAKNEWS.CO.ID - Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina, Karen Agustiawan, mengajukan gugatan terhadap perusahaan akuntansi PT PricewaterhouseCoopers Consulting (PWC) Indonesia ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Gugatan ini terkait dengan penetapan Karen Agustiawan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan korupsi pembelian liquefied natural gas (LNG).
Juru Bicara PN Jakarta Selatan, Djuyamto, telah mengonfirmasi bahwa gugatan tersebut benar adanya. Persidangan pertama dijadwalkan pada 12 Desember 2023.
Gugatan yang diajukan oleh Karen Agustiawan, Hari Karyuliarto, dan Djohardi Angga Kusumah terhadap PWC menuntut sejumlah ganti rugi atas perbuatan melawan hukum yang dianggap telah dilakukan oleh PWC.
BACA JUGA:Harga Emas di Pegadaian Hari Ini Senin, 11 Desember 2023: Antam Dibanderol Rp1.135.000 per Gram!
Gugatan ini mencakup batalnya laporan investigasi pengelolaan bisnis LNG Pertamina yang dibuat oleh PWC pada tanggal 23 Desember 2020.
Petitum yang disampaikan kepada PN Jakarta Selatan menyatakan, "Menyatakan Laporan Investigasi Pengelolaan Bisnis Portofolio LNG Pertamina (Persero) Laporan Final tanggal 23 Desember 2020 yang dibuat Tergugat batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat."
Karen Agustiawan dan pihak lainnya mengajukan gugatan atas kerugian sekitar Rp 12 miliar. Mereka menuntut ganti rugi sebesar US$ 78 juta atau setara dengan Rp 1,2 triliun.
BACA JUGA:5 Jus Buah yang Mengandung Tinggi Kolagen: Solusi Alami Kulit Sehat dan Awet Muda!
Petitum tersebut menjelaskan, "Menghukum Tergugat untuk mengganti kerugian kepada Penggugat secara tunai, seketika dan sekaligus yaitu: Kerugian Materiil yang dialami Karen Agustiawan dan Hari Karyuliarto total sebesar Rp 12.096.000.000. Kerugian Immateril yaitu sebesar US$ 78.000.000 atau setara dengan Rp 1.216.800.000.000."
Selain ganti rugi, pihak penggugat juga meminta PWC untuk menyampaikan permintaan maaf yang disiarkan di media cetak dan online selama tiga hari berturut-turut. Mereka juga meminta PWC membayar denda jika tidak mematuhi putusan yang sah.
"Penghukuman Tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) untuk setiap hari keterlambatan apabila Tergugat tidak tunduk dan taat dalam memenuhi putusan ini adalah sah berdasarkan hukum serta dibayar tunai dan sekaligus," demikian isi petitum tersebut.
BACA JUGA:Sering Dicibir 'Jual Nama Jokowi', Respons Prabowo Subianto: Aku Timnya, Kenapa Enggak?
Sebelumnya, Ketua KPK, Firli Bahuri, menyatakan bahwa kasus Karen Agustiawan bermula dari rencana pengadaan LNG di Indonesia pada 2012. Karen Agustiawan dianggap mengambil keputusan sepihak terkait kerja sama dengan produsen dan supplier LNG di luar negeri, yang diduga menimbulkan kerugian keuangan negara sekitar USD 140 juta atau setara dengan Rp 2,1 triliun.