JAKARTA, SEMARAKNEWS.CO.ID - Indonesia sebagai negara agraris sepertinya sudah tinggal kenangan.
Persoalan pertanian dan pangan kita sudah bergantung kepada negara lain dengan kebijakan impor.
Salah satunya komoditi beras yang menjadi makanan pokok rakyat Indonesia.
Tata kelola pertanian khususnya beras yang tidak dikembangkan dengan seksama menjadikan pasokan stok pangan menjadi minus.
BACA JUGA:PNIB Ucapkan Terima Kasih kepada Densus 88 Atas Penangkapan Terduga Teroris di Karawang
Hasil panen beras petani lokal tidak mampu memenuhi permintaan pasar dalam negeri yang tinggi, alhasil stok beras dipenuhi dari pasokan impor.
"Jika persoalan pangan selalu diatasi dengan impor, maka petani lokal semakin merana. Stok beras impor melimpah otomatis harga beli gabah panen petani lokal jadi murah," ungkap Ketua Umum Ormas PNIB, Gus Wal.
"Sementara petani harus menanggung hutang pupuk yang harganya melangit. Nasib petani lokal ibarat hidup segan mati tak mau," tambahnya.
Kebijakan Kementrian Pertanian yang cenderung tidak berpihak kepada petani lokal sudah sering dikeluhkan para petani.
BACA JUGA:Respons PNIB Soal MUI Haramkan Salam Lintas Agama: Tidak Wajib Apalagi Mengikat!
Praktik tengkulak masih sering terjadi seolah menjadi bagian dari birokrasi kementrian.
--
Ketua Umum PNIB Gus Wal--Istimewa
Distribusi pupuk yang dimonopoli pihak tertentu menjadikan petani kesulitan meningkatkan hasil panennya.
"Menteri Pertaniannya ketangkap KPK menjadi bukti ketidak becusan ngurus pertanian. Berlanjut ke Menteri Perdagangan yang hobby impor yang terlihat juga amburadul," imbuh Gus Wal.
"Masyarakat sudah paham kalau praktik impor itu bisnis rente, semakin banyak impor makin banyak biaya siluman yang dikeluarkan dan pada akhirnya harga yang sampai ke masyarakat sudah termasuk bonus membayar rente juga. Ini menjadi PR besar bagi pemerintah, bagaimana berpihak kepada rakyat itu kewajiban bukan pilihan," lanjut Gus Wal.