Respons PNIB Soal MUI Haramkan Salam Lintas Agama: Tidak Wajib Apalagi Mengikat!

Respons PNIB Soal MUI Haramkan Salam Lintas Agama: Tidak Wajib Apalagi Mengikat!

Respons PNIB Soal MUI Haramkan Salam Lintas Agama: Tidak Wajib Apalagi Mengikat!---Dok. Istimewa

JAKARTA, SEMARAKNEWS.CO.ID - Ormas lintas agama, budaya dan kebhinekaan, Pejuang Nusantara Indonesia Bersatu (PNIB) menyambut hari besar Idul adha yang juga sering dikenal idul qurban.

Salah satu hikmahnya adalah qurban ini akan menjadi motivasi bagi umat manusia untuk berbagi kebahagiaan dengan orang-orang yang tidak mampu di sekitar kita tanpa memandang apapun.

"Kita diajarkan untuk saling membahagiakan antar sesama manusia tanpa memandang perbedaan, dari idul adha juga spirit saling menghormati antar umat beragama, saling menjaga, kesetaraan dan saling membahagiakan antar sesama umat manusia tanpa memandang apapun agama, suku, dan golonganya," ujar Gus Wal.

PNIB juga mengkritik keras Ormas MUI yang mengeluarkan fatwa yang cukup mengejutkan dan terkesan anti Pancasila dan anti kebhinekaan dalam acara MUI dalam acara Ijtima Ulama di Bangka Belitung mengeluarkan fatwa mengharamkan salam lintas agama.

BACA JUGA:Pengguna Spotify Semakin Tertarik dengan Video Podcast

Seperti yang selama ini kita sering saksikan salam lintas Agama dengan mengucap: Assalamualaikum, salam sejahtera bagi kita semua, shalom, om swastiastu, namo Budhaya dan salam kebajikan dalam setiap acara umum yang dihadiri berbagai macam agama.

Oleh MUI salam kebajikan tersebut diharamkan diucapkan bagi umat Muslim di Indonesia karena dianggap ucapan ibadah doa masing-masing pemeluk agama.

Gus Wal menanggapi dengan keras fatwa MUI tersebut. PNIB berargumen MUI tidak memahami esensi sebuah salam lintas agama.

"Salam lintas agama yang menjadi sebuah ucapan lisan yang disampaikan dihadapan kemajemukan hadirin. Ucapan salam yang berbeda itu sama-sama menujukkan ke-esaan Tuhan memberkati kebersamaan antar pemeluk agama. Bagi yang muslim cukup menjawab wa’alaikum salam, bagi agama lain bisa menjawab sesuai keyakinannya. Sebuah jalinan kerukunan antar umat beragama tidak sepantasnya dihalangi oleh fatwa MUI yang kemudian mengganggap berdosa bagi umat muslimyang melakukannya” jelas Gus Wal Ketua Umum PNIB menanggapi fatwa MUI tersebut.

BACA JUGA:Porsche AG Update Jajaran Produk dan Gandakan Dividen

MUI pada hakekatnya sebagai salah satu ormas atau organisasi bukan sebuah lembaga dalam struktur pemerintahan seharusnya mendukung upaya pemerintah menjaga keharmonisan antar umat beragama. PNIB beranggapan apa yang diputuskan oleh MUI bersifat himbauan.

“Ingat ya, MUI itu sebatas ormas keagamaan, bukan lembaga pemerintah dan fatwa yang dikeluarkan bersifat tidak mengikat. Tidak ada kewajiban bagi pemerintah untuk mematuhinya. Selama ini kita hanya melihat sumbangsih MUI hanya sebatas jualan label halal untuk makanan dan produk yang dikonsumsi masyarakat. Masih ingat Pilkada DKI 2017 yang nyaris berujung perpecahan bangsa dikarenakan fatwa MUI terkait memilih pemimpin? Itu salah satu contoh mudharotnya MUI bagi integritas bangsa” lanjut Gus Wal

Selain fatwa halal dan haram, PNIB juga mengkritik ormas MUI yang selama ini dikendalikan kepentingan menjadikan Indonesia menerapkan hukum Syari’at Islam.

“Indonesia bukan negara Islam meskipun mayoritas beragama memeluk agama islam. Indonesia Bersyariat Islam apalagi dengan konotasi dan kepentingan Khilafah wahabi didalamnya akan menciderai pengorbanan para pendiri bangsa yang bersatu menepikan perbedaan agama untuk merdeka. Fatwa MUI yang berdasarkan pada fatwa yang cenderung kaku dan keras akan selalu bertentangan dengan semangat kebhinekaan yang telah ada jauh sebelum MUI dibentuk.

Temukan konten semaraknews.co.id menarik lainnya di Google News

Tag
Share
Berita Lainnya