Fakhrizadeh merupakan ilmuwan penting dalam pengembangan nuklir Iran.
Ia dibunuh pada November 2020 di Teheran. Iran menuding Israel membunuh Fakhrizadeh.
Bukan Membuat Bom
Namun, lanjut DNI, percepatan itu lebih ke proses untuk mempercepat produksi bahan baku bom.
BACA JUGA:Peringatan! AFC Sebut 4 Pemain Timnas U-23 Indonesia Jadi Ancaman di Piala Asia
Percepatan bukan mengarah ke pembuatan bom. Iran terus menambah perangkat pengayaan uranium untuk memacu produksi bahan baku bom nuklir.
DNI dan Departemen Pertahanan AS juga menyimpulkan Iran tidak sedang proses untuk memproduksi bom nuklir.
Dephan AS menyebut, Iran bisa membuat satu bom nuklir dalam waktu 12 hari. Percepatan kemampuan produksi itu dipacu Iran sejak memutuskan ikut keluar dari JCPOA.
Waktu JCPOA diberlakukan, Iran butuh paling cepat setahun untuk memproduksi bahan baku saja. Setelah itu, dibutuhkan beberapa bulan lagi untuk memproduksi bom nuklir.
BACA JUGA:Anak Bayi Diurut Bahaya atau Tidak? Cek Faktanya dari Segi Kesehatan
Abshenas juga mengatakan, Iran tidak benar-benar mau membuat bom nuklir. Kemampuan itu lebih dipakai untuk tawar-menawar dengan AS dan sejumlah negara lain.
Iran masih membutuhkan pencabutan aneka sanksi yang dijatuhkan AS dan sekutu serta mitranya sejak 1980.
AS, menurut Abshenas, tidak mau dan mungkin tidak mampu mencabut aneka sanksi pada Iran.
Pemerintahan Donald Trump membuat aneka aturan sanksi untuk Iran.
Aturan-aturan itu sulit dicari celahnya oleh pemerintahan Joe Biden atau presiden AS setelah ini.
“Jadi, upaya untuk menghidupkan lagi JCPOA nyaris mustahil. Pencabutan aneka sanksi adalah syarat yang tidak bisa ditawarkan agar Iran setuju kembali ke JCPOA. AS dan sekutunya tidak bisa memberikan keinginan Iran,” kata dia